Jackpot108 | Fakta unik Suku Nias Dari Sumatra utara

Fakta unik Suku Nias Dari Sumatra utara - Nias adalah salah satu kabupaten di Sumatera Utara, pulau terbesar di nusantara di pantai barat Sumatera. Mayoritas penduduk kabupaten seluas 5.625 kilometer persegi ini merupakan suku Nias atau biasa disebut Oho Niha. penduduk Pulau Nias terkenal dengan budaya bela diri mereka. Meski di zaman modern, suku Nias tetap mempertahankan tradisinya dan tetap menjalani kehidupan seperti nenek moyangnya.

 Fakta unik Suku Nias Dari Sumatra utara

Bentuk wilayah Nias berbukit-bukit. Kabupaten ini terletak dekat dengan garis khatulistiwa, sehingga Nias menerima curah hujan yang cukup tinggi setiap tahunnya. Sebab, kondisi iklim di Nias sangat lembab dan basah. Suhu minimum di kabupaten ini yaitu 23,3 derajat Celcius. Wilayah Nias merupakan wilayah yang relatif lebih kecil dibandingkan wilayah lain di Indonesia. Namun Nias merupakan wilayah yang paling sulit ditaklukkan 

Belanda pada masa penjajahan Indonesia. Setelah ratusan tahun berada di pulau tersebut, Belanda baru berhasil menaklukkan Nias pada tahun 1914. Masyarakat Nias berjuang sekuat tenaga melawan Belanda. Selama puluhan tahun, Belanda tidak bisa maju terlalu jauh ke Nias karena masyarakat Nias pasti akan menyerang mereka untuk mempertahankan wilayahnya. Bahkan kawasan ini juga disebut Nerakanya Belanda karena budaya bertarungnya yang menakjubkan dan menakutkan.

Rumah adat suku Nias, Omo Sabua, dibangun tanpa paku dan dirancang khusus untuk melindungi penghuni rumah tersebut dari serangan lawan saat berperang. Tiang-tiang kayu ulin yang besar membuat bangunan ini semakin kokoh.

Rumah adat Omo Sebua juga memiliki atap yang curam dengan ketinggian 16 meter. Omo Sebua tidak hanya melindungi rumah dari musuh tetapi juga tahan gempa karena pondasi rumah terbuat dari lempengan batu besar dan balok diagonal besar.

Fakta menarik Pulau Nias yang pernah ditakuti oleh penjajah Belanda

1. Hombo Batu, tradisi lompat batu sebagai ajang bergengsi untuk mengukur kekuatan dan ketangkasan para putra Nia

Hombo Batu, sebuah tradisi untuk menguji ketangkasan generasi muda Nia Nia. 

Awalnya tradisi lompat batu dilakukan untuk menunjukkan kedewasaan dan kedewasaan seorang pria. Seiring berjalannya waktu, tradisi ini berkembang menjadi kompetisi bagi generasi muda Nia. Uji fisik dan mental para pemuda Nias diuji dengan melompati bangunan batu megalitik yang membentuk piramida setinggi dua meter.

Melompati batu setinggi duadengan lebar 90 cm dan panjang 60 cm bukanlah hal yang mudah. Cukup banyak yang tidak melakukan lompatan. Ketika seorang pria berhasil melompati Hombo Batu dalam sekali lompatan, merupakan suatu kebanggaan yang patut disyukuri. Untuk mencapai kesuksesan, pemuda Nia memulai pelatihan fisik dan mental antara usia 7 dan 12 tahun.

2. Mereka yang berhasil melewati Hombo Batu menjadi tentara penjaga desa

Pemuda yang berhasil melewati Hombo Batu bertugas menjaga desa dari konflik perang antar desa. Kekuatan fisik dan mental yang dilatih saat latihan melompati Hombo Batu menjadi keunggulan penting dalam menghalau serangan lawan. Harapannya, generasi muda terpilih mampu bertahan dari serangan musuh.

3.  Banyak yang beranggapan bahwa keberhasilan pria yang melintasi Hombo Batu dipengaruhi oleh keturunan.Meski sudah berlatih keras, tidak semua pria bisa melintasi Hombo Batu. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, berhasil atau tidaknya seseorang keluar dari Hombo Batu bergantung pada faktor keturunan. Konon, jika ayah atau kakek pelompat laki-laki ahli dalam melintasi Hombo Batu, maka anak laki-laki tersebut juga bisa berhasil melakukannya. Bahkan ketika ayah atau kakeknya sebelumnya kesulitan melompati Hombo Batu, warga setempat yakin putranya juga akan mengalami hal serupa.

4. Nias mempunyai tarian tradisional Faluaya, yaitu tari perang sebagai simbol ketahanan suku Nias

Suku Nias dikenal sebagai Spartannya Indonesia. Selain tradisi Hombo-Batu sebagai uji kepiawaian anak buahnya, Nias juga menampilkan tarian perang bernama Foluaya.

Tarian Perang Foluaya menggambarkan sejarah peperangan yang terjadi antar suku Nias. Ibarat seorang kesatria dalam berperang, setiap penari membawa perisai (Baluse), pedang (Gari), dan tombak (Toho) untuk pertahanan.

Munculnya tari perang Foluaya tidak lepas dari pengaruh Hombo Batu. Tarian tradisional ini muncul setelah berakhirnya perang antar desa di Nias. 

Sebelum tarian ini ada, para pemimpin desa berinisiatif melatih para pemuda desa untuk berperang. Mereka dikumpulkan untuk melindungi desa dari serangan suku lain. Salah satu latihan fisik yang dilakukan adalah melompati Hombo Batu. Mereka yang terpilih dikelompokkan ke dalam kelompok tentara yang melindungi desa.

5. Ono Niha, Spartan Indonesia yang sulit ditaklukkan bahkan oleh Belanda.

Ono Niha yang berarti keturunan Nias memiliki semangat juang yang mengerikan. Latihan fisik dan mental yang kuat akan melahirkan karakter pejuang yang siap mempertahankan tanah leluhurnya.

Sejarah mencatat, Belanda harus melakukan tiga ekspedisi militer untuk menguasai Nias. Lebih spesifiknya pada tahun 1756, 1855, dan 1856. 

Masyarakat Nias memang pejuang yang hebat. Tiga ekspedisi militer yang dilancarkan Belanda tidak membuahkan hasil yang baik. Pasukan Belanda akhirnya harus mengakui kekuatan para pejuang Nias yang dipimpin oleh Raja Orahili. Oleh karena itu, sudah sepantasnya Belanda menyebut Raja Orahili dengan sebutan “De Verdijver der Hollanders”.

Baca Juga : Sejarah Suku Bugis Di Sulawesi Selatan

6. Omo Sebua rumah adat suku Nias memiliki konstruksi bangunan yang kuat dan tahan gempa

Suku Nias muncul sebagai suku pejuang sejak zaman dahulu. Lihat saja rumah adat suku Nias, Omo Sebua. Rumah adat Omo Sebua dibangun tanpa paku dan dirancang khusus untuk melindungi penghuninya dari serangan musuh saat perang suku.

Dengan tiang-tiang kayu ulin yang besar, rumah adat Omo Sebua tampak kokoh. Rumah adat Omo Sebua mempunyai atap curam dengan tinggi 16 meter. Akses menuju rumah adat Omo Sebua hanya melalui tangga kecil di depan pintu. Minimnya akses terhadap rumah merupakan strategi yang dilakukan nenek moyang suku Nias untuk meminimalisir serangan dari suku lain.

Omo Sebua tidak hanya melindungi dirinya dari musuh, tetapi juga tahan terhadap gempa. Fondasi rumah yang bertumpu pada lempengan batu besar dan balok diagonal besar dapat meningkatkan kelenturan dan kestabilan struktur bangunan terhadap gempa.

7. Nias mempunyai bahasa daerah Li Niha yang tidak mempunyai konsonan di akhir kata.

Bahasa Li Niha dipengaruhi oleh rumpun bahasa Melayu-Polinesia dari bahasa Li Niha. Setiap kata di akhir tidak memiliki akhiran konsonan. Misalnya pada kata “Ono Niha artinya anak keturunan profileplaylist.net Nias, Manga artinya makanan, atau fofo artinya burung.”

8. Ya'ahowu, sapaan yang diucapkan Suku Nias

Kalau sobat punya teman asal Nias pasti sudah tidak asing lagi dengan sapaan yang satu ini. Ya'ahowu merupakan sapaan yang biasa digunakan penduduk setempat untuk menyapa orang Nias lainnya. Secara tafsir, Ya 'ahowo artinya "semoga engkau diberkahi."

9. Menurut para arkeolog di Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional, nenek moyang suku Nias berasal dari benua Asia tenggara yang sekarang disebut Taiwan.

Ono Niha yang berarti keturunan anak manusia Nias, memiliki kulit lebih tipis dan mata lebih kecil dibandingkan orang Indonesia pada umumnya. 

Setelah dilakukan penelitian dan penelitian genetik, diketahui bahwa nenek moyang suku Nias berasal dari Taiwan.

Komentar